Web 3: Revolusi Internet yang Mengembalikan Kuasa ke Tangan Pengguna
Setelah lebih dari dua dekade berada dalam cengkeraman platform raksasa seperti Google, Meta, dan Amazon, internet kini tengah mengalami pergeseran besar. Web 3, atau Web3, hadir membawa janji revolusioner: mendesentralisasi kekuasaan digital dan mengembalikan kendali data kepada pengguna.
Web 3 adalah evolusi dari internet yang kita kenal saat ini, mengandalkan teknologi blockchain, smart contract, dan sistem terdesentralisasi. Jika Web 1 adalah internet statis yang hanya menyajikan informasi, dan Web 2 adalah era interaksi dan media sosial yang dipenuhi platform besar, maka Web 3 menawarkan lanskap di mana pengguna tidak hanya menjadi konsumen, tapi juga pemilik.
Dari Sentralisasi ke Desentralisasi
“Web 3 adalah tentang memecah monopoli digital,” ujar Rizky Ardian, CTO dari startup blockchain lokal, dalam wawancara dengan [MediaNama]. “Kami ingin membangun ekosistem di mana data pribadi tidak lagi menjadi komoditas perusahaan teknologi.”
Dalam ekosistem Web 3, aplikasi—dikenal sebagai dApps (decentralized applications)—berjalan di atas jaringan blockchain publik seperti Ethereum atau Solana. Identitas digital dikelola melalui dompet kripto, bukan akun-akun terpusat seperti Facebook atau Gmail. Pengguna dapat memiliki token sebagai bentuk kepemilikan atas platform yang mereka gunakan, menciptakan model ekonomi baru berbasis partisipasi.
Janji vs Realita
Meski menjanjikan transparansi dan keadilan digital, Web 3 masih menghadapi sejumlah tantangan. Biaya transaksi (gas fee) yang tinggi, skalabilitas jaringan blockchain, serta kompleksitas teknis menjadi hambatan adopsi massal.
“Web 3 menjanjikan banyak hal, tapi implementasinya belum sebanding,” kata Dita Anindya, pengamat teknologi digital dari Universitas Indonesia. “Kita masih melihat dominasi pemain besar dalam bentuk lain—entah itu developer protokol atau investor awal yang menguasai token.”
Namun, perlahan tapi pasti, adopsi mulai meluas. Perusahaan besar seperti Nike, Adidas, hingga Warner Bros telah bereksperimen dengan NFT dan aset digital berbasis Web 3. Di Indonesia, geliat komunitas kripto dan pengembang blockchain menunjukkan antusiasme terhadap potensi teknologi ini.
Masa Depan Web 3: Harapan atau Ilusi?
Skeptisisme tetap ada. Beberapa pihak menilai Web 3 sebagai jargon teknologi baru yang membungkus ambisi kapital dengan istilah “desentralisasi.” Namun, bagi banyak pelaku teknologi dan komunitas akar rumput, Web 3 adalah peluang untuk merancang ulang masa depan internet yang lebih inklusif dan adil.
“Apakah Web 3 akan berhasil? Tidak ada yang tahu pasti,” kata Rizky. “Tapi kita tidak bisa terus membiarkan internet hanya dikendalikan oleh segelintir perusahaan.”
Satu hal yang jelas: Web 3 bukan sekadar tren, tapi bagian dari wacana besar tentang bagaimana manusia, teknologi, dan kekuasaan berinteraksi dalam dunia digital yang terus berkembang.




